BAB II SUBJEK PAJAK
Pasal 2
(1)
Yang
menjadi subjek pajak adalah:
a.
1. orang pribadi;
2. warisan yang belum terbagi
sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak;
b.
badan; dan
c.
bentuk usaha tetap.
(1a) Bentuk usaha tetap merupakan
subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak
badan.
(2)
Subjek
pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.
(3)
Subjek
pajak dalam negeri adalah:
a.
orang
pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu
12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
b.
badan
yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu
dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1.
pembentukannya
berdasarkan ketentuan peraturan perundang‐undangan;
2.
pembiayaannya
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah;
3.
penerimaannya
dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
4.
pembukuannya
diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan
c.
warisan
yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
(4)
Subjek
pajak luar negeri adalah :
a.
orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia; dan
b.
orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia.
(5)
Bentuk
usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang
dapat berupa:
a.
tempat kedudukan manajemen;
b.
cabang
perusahaan;
c.
kantor
perwakilan;
d.
gedung
kantor;
e.
pabrik;
f.
bengkel;
g.
gudang;
h.
ruang
untuk promosi dan penjualan;
i.
pertambangan
dan penggalian sumber alam;
j.
wilayah
kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
k.
perikanan,
peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
l.
proyek
konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
m. pemberian jasa dalam bentuk apa pun
oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh)
hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
n.
orang
atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
o.
agen
atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di
Indonesia; dan
p.
komputer,
agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan
oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha
melalui internet.
(6)
Tempat
tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak menurut keadaan yang sebenarnya.
(Perdirjenpajak nomor PER-43/PJ/2011 Ttg Penentuan Subjek Pajak DN & Subjek PajakLN)
(Perdirjenpajak Nomor-12/PJ/2015 TentangPenetapan Tempat Tinggal Orang Pribadi dan Tempat Kedudukan Badan)
(Perdirjenpajak nomor PER-43/PJ/2011 Ttg Penentuan Subjek Pajak DN & Subjek PajakLN)
(Perdirjenpajak Nomor-12/PJ/2015 TentangPenetapan Tempat Tinggal Orang Pribadi dan Tempat Kedudukan Badan)
Penjelasan Pasal 2
Ayat (1)
Huruf a
Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal
atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. Warisan yang belum terbagi
sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka
yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai
subjek pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang
berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan.
Huruf b
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang
merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik
negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga,
dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha
tetap.
Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah
merupakan subjek pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya sehingga setiap
unit tertentu dari badan Pemerintah, misalnya lembaga, badan, dan sebagainya
yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan subjek
pajak.
Dalam pengertian perkumpulan termasuk pula asosiasi,
persatuan, perhimpunan, atau ikatan dari pihak‐pihak yang mempunyai kepentingan
yang sama.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (1a)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri
dan subjek pajak luar negeri. Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi
Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya
melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. Subjek pajak badan dalam negeri menjadi
Wajib Pajak sejak saat didirikan, atau bertempat kedudukan di Indonesia. Subjek
pajak luar negeri baik orang pribadi maupun badan sekaligus menjadi Wajib Pajak
karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia
atau menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan perkataan lain, Wajib Pajak
adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan
objektif. Sehubungan dengan pemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Wajib
Pajak orang pribadi yang menerima penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP) tidak wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP.
Perbedaan yang penting antara Wajib Pajak dalam negeri dan
Wajib Pajak luar negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara
lain:
a.
Wajib
Pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau
diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar
negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber
penghasilan di Indonesia;
b.
Wajib
Pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif
umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto
dengan tarif pajak sepadan; dan
c.
Wajib
Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu
tahun pajak, sedangkan Wajib Pajak luar negeri tidak wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi
melalui pemotongan pajak yang bersifat final.
Bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, pemenuhan kewajiban
perpajakannya dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak
badan dalam negeri sebagaimana diatur dalam Undang‐Undang ini dan Undang‐Undang
yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
Ayat (3)
Huruf a
Pada prinsipnya orang pribadi yang menjadi subjek Pajak
dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di
Indonesia. Termasuk dalam pengertian orang pribadi yang bertempat tinggal di
Indonesia adalah mereka yang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di
Indonesia.
Apakah seseorang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di
Indonesia ditimbang menurut keadaan.
Keberadaan orang pribadi di Indonesia lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari tidaklah harus berturutturut, tetapi
ditentukan oleh jumlah hari orang tersebut berada di Indonesia dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan sejak kedatangannya di Indonesia.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang
pribadi subjek pajak dalam negeri dianggap sebagai subjek pajak dalam negeri
dalam pengertian Undang‐Undang ini mengikuti status pewaris. Adapun untuk
pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakannya, warisan tersebut menggantikan
kewajiban ahli waris yang berhak. Apabila warisan tersebut telah dibagi,
kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli waris.
Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang
pribadi sebagai subjek pajak luar negeri yang tidak menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, tidak
dianggap sebagai subjek pajak pengganti karena pengenaan pajak atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh orang pribadi dimaksud melekat pada objeknya.
Ayat (4)
Huruf a dan huruf b
Subjek pajak luar negeri adalah orang pribadi atau badan
yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di luar Indonesia yang dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia, baik melalui maupun tanpa
melalui bentuk usaha tetap. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia, tetapi berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan
puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan maka orang tersebut
adalah subjek pajak luar negeri.
Apabila penghasilan diterima atau diperoleh melalui bentuk
usaha tetap maka terhadap orang pribadi atau badan tersebut dikenai pajak
melalui bentuk usaha tetap. Orang pribadi atau badan tersebut, statusnya tetap
sebagai subjek pajak luar negeri. Dengan demikian, bentuk usaha tetap tersebut
menggantikan orang pribadi atau badan sebagai subjek pajak luar negeri dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya di Indonesia. Dalam hal penghasilan tersebut
diterima atau diperoleh tanpa melalui bentuk usaha tetap maka pengenaan
pajaknya dilakukan langsung kepada subjek pajak luar negeri tersebut.
Ayat (5)
Suatu bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya
suatu tempat usaha (place of business) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah
dan gedung termasuk juga mesin‐mesin, peralatan, gudang dan komputer atau agen
elektronik atau peralatan otomatis (automated equipment) yang dimiliki, disewa,
atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan
aktivitas usaha melalui internet.
Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan
untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan
di Indonesia.
Pengertian bentuk usaha tetap mencakup pula orang pribadi
atau badan selaku agen yang kedudukannya tidak bebas yang bertindak untuk dan
atas nama orang pribadi atau badan yang tidak bertempat tinggal atau tidak
bertempat kedudukan di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal
atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia
tidak dapat dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila orang
pribadi atau badan dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia
menggunakan agen, broker atau perantara yang mempunyai kedudukan bebas, asalkan
agen atau perantara tersebut dalam kenyataannya bertindak sepenuhnya dalam
rangka menjalankan perusahaannya sendiri.
Perusahaan asuransi yang didirikan dan bertempat kedudukan
di luar Indonesia dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila
perusahaan asuransi tersebut menerima pembayaran premi asuransi atau menanggung
risiko di Indonesia melalui pegawai, perwakilan atau agennya di Indonesia.
Menanggung risiko di Indonesia tidak berarti bahwa peristiwa yang mengakibatkan
risiko tersebut terjadi di Indonesia. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa
pihak tertanggung bertempat tinggal, berada, atau bertempat kedudukan di
Indonesia.
Ayat (6)
Penentuan tempat tinggal orang pribadi atau tempat
kedudukan badan penting untuk menetapkan Kantor Pelayanan Pajak mana yang
mempunyai yurisdiksi pemajakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
orang pribadi atau badan tersebut.
Pada dasarnya tempat tinggal orang pribadi atau tempat
kedudukan badan ditentukan menurut keadaan yang sebenarnya. Dengan demikian
penentuan tempat tinggal atau tempat kedudukan tidak hanya didasarkan pada
pertimbangan yang bersifat formal, tetapi lebih didasarkan pada kenyataan.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh Direktur
Jenderal Pajak dalam menentukan tempat tinggal seseorang atau tempat kedudukan
badan tersebut, antara lain domisili, alamat tempat tinggal, tempat tinggal
keluarga, tempat menjalankan usaha pokok atau halhal lain yang perlu
dipertimbangkan untuk memudahkan pelaksanaan pemenuhan kewajiban pajak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar