Pasal 14
(1)
Norma
Penghitungan Penghasilan Neto untuk menentukan penghasilan neto, dibuat dan
disempurnakan terus‐menerus serta diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(2)
Wajib
Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang
peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp 4.800.000.000,00 (empat
miliar delapan ratus juta rupiah) boleh menghitung penghasilan neto dengan
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka
waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
(3)
Wajib
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang menghitung penghasilan netonya
dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto wajib menyelenggarakan
pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang yang mengatur mengenai
ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
(4)
Wajib
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang tidak memberitahukan kepada
Direktur Jenderal Pajak untuk menghitung penghasilan neto dengan menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dianggap memilih menyelenggarakan
pembukuan.
(5)
Wajib
Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, termasuk Wajib
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), yang ternyata tidak atau
tidak sepenuhnya menyelenggarakan pencatatan atau pembukuan atau tidak
memperlihatkan pencatatan atau bukti‐bukti pendukungnya maka penghasilan
netonya dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan peredaran
brutonya dihitung dengan cara lain yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
(6)
Dihapus.
(7)
Besarnya
peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diubah dengan Peraturan
Menteri Keuangan.
Penjelasan Pasal 14
Informasi yang benar dan lengkap tentang penghasilan Wajib
Pajak sangat penting untuk dapat mengenakan pajak yang adil dan wajar sesuai
dengan kemampuan ekonomis Wajib Pajak. Untuk dapat menyajikan informasi
dimaksud, Wajib Pajak harus menyelenggarakan pembukuan. Namun, disadari bahwa
tidak semua Wajib Pajak mampu menyelenggarakan pembukuan.
Semua Wajib Pajak badan dan bentuk usaha tetap diwajibkan
menyelenggarakan pembukuan. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha
atau melakukan pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran bruto tertentu tidak
diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan.
Untuk memberikan kemudahan dalam menghitung besarnya
penghasilan neto bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas dengan peredaran bruto tertentu, Direktur Jenderal Pajak
menerbitkan norma penghitungan.
Ayat (1)
Norma Penghitungan adalah pedoman untuk menentukan
besarnya penghasilan neto yang
diterbitkan oleh Direktur Jenderal
Pajak dan disempurnakan terus‐menerus.
Penggunaan Norma Penghitungan tersebut pada dasarnya dilakukan dalam
hal‐hal:
a.
tidak
terdapat dasar penghitungan yang lebih baik, yaitu pembukuan yang lengkap, atau
b.
pembukuan
atau catatan peredaran bruto Wajib Pajak ternyata diselenggarakan secara tidak
benar.
Norma Penghitungan disusun sedemikian rupa berdasarkan
hasil penelitian atau data lain, dan dengan memperhatikan kewajaran.
Norma Penghitungan akan sangat membantu Wajib Pajak yang
belum mampu menyelenggarakan pembukuan untuk menghitung penghasilan neto.
Ayat (2)
Norma Penghitungan Penghasilan Neto hanya boleh digunakan
oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas yang peredaran brutonya kurang dari jumlah Rp 4.800.000.000,00 (empat
miliar delapan ratus juta rupiah). Untuk
dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto tersebut, Wajib Pajak
orang pribadi harus memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka
waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
Ayat (3)
Wajib Pajak orang pribadi yang menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto tersebut wajib menyelenggarakan pencatatan
tentang peredaran brutonya sebagaimana diatur dalam Undang‐Undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
Pencatatan tersebut dimaksudkan untuk memudahkan penerapan
norma dalam menghitung penghasilan neto.
Apabila Wajib Pajak orang pribadi yang berhak bermaksud
untuk menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, tetapi tidak
memberitahukannya kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu yang
ditentukan, Wajib Pajak tersebut dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan.
Ayat (5)
Wajib Pajak yang wajib
menyelenggarakan pembukuan, wajib menyelenggarakan
pencatatan, atau dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan, tetapi:
a.
tidak
atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan kewajiban pencatatan atau pembukuan;
atau
b.
tidak
bersedia memperlihatkan pembukuan
atau pencatatan atau bukti‐bukti pendukungnya pada waktu
dilakukan pemeriksaan
sehingga mengakibatkan peredaran bruto dan penghasilan
neto yang sebenarnya tidak diketahui maka peredaran bruto Wajib Pajak yang
bersangkutan dihitung dengan cara lain yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan dan penghasilan netonya dihitung dengan menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Menteri Keuangan dapat menyesuaikan besarnya batas
peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan memerhatikan
perkembangan ekonomi dan kemampuan masyarakat Wajib Pajak untuk
menyelenggarakan pembukuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar