Pasal 11A
(1)
Amortisasi
atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya
termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan
muhibah (goodwill) yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang
dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dilakukan
dalam bagianbagian yang sama besar atau dalam bagian‐bagian yang menurun selama
masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas
pengeluaran tersebut atau atas nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat
diamortisasi sekaligus dengan syarat dilakukan secara taat asas.
(1a) Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya
pengeluaran, kecuali untuk bidang usaha tertentu yang diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Menteri Keuangan.
(2)
Untuk
menghitung amortisasi, masa manfaat dan tariff amortisasi ditetapkan sebagai
berikut:
Kelompok Harta Tak Berwujud
|
Masa Manfaat
|
Tarif
Amortisasi berdasarkan metode
|
|
Garis Lurus
|
Saldo
Menurun
|
||
Kelompok
1
|
4 tahun
|
25%
|
50%
|
Kelompok
2
|
8 tahun
|
12,5%
|
25%
|
Kelompok
3
|
16 tahun
|
6,25%
|
12,5%
|
Kelompok
4
|
20 tahun
|
5%
|
10%
|
(3) Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan
modal suatu perusahaan dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau
diamortisasi sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
(4) Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan
pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun di
bidang penambangan minyak dan gas bumi dilakukan dengan menggunakan metode
satuan produksi.
(5)
Amortisasi
atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain yang dimaksud pada
ayat (4), hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil
alam lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dilakukan
dengan menggunakan metode satuan produksi setinggitingginya 20% (dua puluh
persen) setahun.
(6)
Pengeluaran
yang dilakukan sebelum operasi komersial yang mempunyai masa manfaat lebih dari
1 (satu) tahun, dikapitalisasi dan kemudian diamortisasi sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
(7)
Apabila
terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak‐hak sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), ayat (4), dan ayat (5), maka nilai sisa buku harta atau hak‐hak
tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah yang diterima sebagai
penggantian merupakan penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan tersebut.
(8)
Apabila
terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 ayat (3) huruf a dan huruf b, yang berupa harta tak berwujud, maka jumlah
nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi
pihak yang mengalihkan.
Penjelasan Pasal 11A
Ayat (1)
Harga perolehan harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya
termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan
muhibah (goodwill) yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun
diamortisasi dengan metode:
a.
dalam
bagian‐bagian yang sama setiap tahun selama masa manfaat; atau
b.
dalam
bagian‐bagian yang menurun setiap tahun dengan cara menerapkan tarif amortisasi
atas nilai sisa buku.
Khusus untuk amortisasi harta tak berwujud yang
menggunakan metode saldo menurun, pada akhir masa manfaat nilai sisa buku harta
tak berwujud atau hak‐hak tersebut diamortisasi sekaligus.
Ayat (1a)
Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran
sehingga amortisasi pada tahun pertama dihitung secara prorata.
Dalam rangka menyesuaikan dengan karakteristik
bidangbidang usaha tertentu perlu diberikan pengaturan tersendiri untuk
amortisasi yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan.
Ayat (2)
Penentuan masa manfaat dan tarif amortisasi atas pengeluaran
harta tak berwujud dimaksudkan untuk memberikan keseragaman bagi Wajib Pajak
dalam melakukan amortisasi.
Wajib Pajak dapat melakukan amortisasi sesuai dengan
metode yang dipilihnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan masa
manfaat yang sebenarnya dari tiap harta tak berwujud. Tarif amortisasi yang
diterapkan didasarkan pada kelompok masa manfaat sebagaimana yang diatur dalam
ketentuan ini. Untuk harta tidak berwujud yang masa manfaatnya tidak tercantum
pada kelompok masa manfaat yang ada, maka Wajib Pajak menggunakan masa manfaat
yang terdekat. Misalnya harta tak berwujud dengan masa manfaat yang sebenarnya
6 (enam) tahun dapat menggunakan kelompok masa manfaat 4 (empat) tahun atau 8
(delapan) tahun. Dalam hal masa manfaat yang sebenarnya 5 (lima) tahun, maka
harta tak berwujud tersebut diamortisasi dengan menggunakan kelompok masa
manfaat 4 (empat) tahun.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Metode satuan produksi dilakukan dengan menerapkan
persentase tarif amortisasi yang besarnya setiap tahun sama dengan persentase
perbandingan antara realisasi penambangan minyak dan gas bumi pada tahun yang
bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandungan minyak dan gas bumi di
lokasi tersebut yang dapat diproduksi.
Apabila ternyata jumlah produksi yang sebenarnya lebih
kecil dari yang diperkirakan, sehingga
masih terdapat sisa pengeluaran untuk memperoleh hak atau pengeluaran lain,
maka atas sisa pengeluaran tersebut boleh dibebankan sekaligus dalam tahun
pajak yang bersangkutan.
Ayat (5)
Pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak
dan gas bumi, hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta
hasil alam lainnya seperti hak pengusahaan hasil laut diamortisasi berdasarkan
metode satuan produksi dengan jumlah paling tinggi 20% (dua puluh persen)
setahun.
Contoh:
Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan, yang
mempunyai potensi 10.000.000 (sepuluh juta) ton kayu, sebesar Rp 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah) diamortisasi sesuai dengan persentase satuan produksi
yang direalisasikan dalam tahun yang bersangkutan. Jika dalam 1 (satu) tahun
pajak ternyata jumlah produksi mencapai 3.000.000 (tiga juta) ton yang berarti
30% (tiga puluh persen) dari potensi yang tersedia, walaupun jumlah produksi
pada tahun tersebut mencapai 30% (tiga puluh persen) dari jumlah potensi yang
tersedia, besarnya amortisasi yang diperkenankan untuk dikurangkan dari
penghasilan
bruto pada tahun tersebut adalah 20% (dua puluh persen)
dari pengeluaran atau
Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Ayat (6)
Dalam pengertian pengeluaran yang dilakukan sebelum
operasi komersial, adalah biayabiaya
yang dikeluarkan sebelum operasi komersial, misalnya biaya studi kelayakan dan
biaya produksi percobaan tetapi tidak termasuk biaya‐biaya operasional yang
sifatnya rutin, seperti gaji pegawai, biaya rekening listrik dan telepon, dan
biaya kantor lainnya. Untuk pengeluaran operasional yang rutin ini tidak boleh
dikapitalisasi tetapi dibebankan sekaligus pada tahun pengeluaran.
Ayat (7)
Contoh:
PT X mengeluarkan biaya untuk memperoleh hak penambangan
minyak dan gas bumi di suatu lokasi sebesar Rp 500.000.000,00. Taksiran jumlah
kandungan minyak di daerah tersebut adalah sebanyak 200.000.000 (dua ratus
juta) barel. Setelah produksi minyak dan gas bumi mencapai 100.000.000 (seratus
juta) barel, PT X menjual hak penambangan tersebut kepada pihak lain dengan
harga sebesar Rp 300.000.000,00. Penghitungan penghasilan dan kerugian dari
penjualan hak tersebut adalah sebagai berikut:
Harga perolehan
Amortisasi
yang telah dilakukan:
|
Rp 500.000.000,00
|
100.000.000/200.000.000
barel (50%)
|
Rp 250.000.000,00
|
Nilai buku harta
|
Rp 250.000.000,00
|
Harga jual harta
|
Rp 300.000.000,00
|
Dengan demikian jumlah nilai sisa buku sebesar Rp
250.000.000,00 dibebankan sebagai kerugian dan jumlah sebesar Rp 300.000.000,00
dibukukan sebagai penghasilan.
Ayat (8) Cukup jelas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar